Self-Discipline

Self-Discipline

Discipline | Procrastination | Laziness | Productivity | Dopamine | Satisfaction Today I’m writing in bilingual: English and Indonesian. I just read on the internet a quite long discussion on countries where the people are bilingual as well as some countries who are trilingual. But this is not the topic. The reason why I’m now writing bilingual is that I’m really eager that the middle class and higher class managers in Indonesia would appreciate improving their English language in dealing with business. Most often during my job as a trainer I present my PowerPoint slides or any copied diagram I distributed as well as when jotting pointers on the flipchart, I write most of them in business English terms. However, unfortunately, many graduates even magister titled personnel or managers still prefer it to be translated. Business English has been for ages the business communication tool for doing business for sure cannot just be translated. Of course as an Indonesian myself, I’m also proud of using the Indonesian language, which wrongly is understood by many Indonesians and foreigners that it is not Indonesian, as a language, just say it or write it as “bahasa” (Some will write a  longer phrase “bahasa Indonesia). No, the Indonesian language is Indonesian, not “bahasa”.  Well, let’s come back to my main topic “self-discipline” in the context for supervisors, managers, directors, and all chiefs: CEO, CFO, CMO or whatever their job titles are. Let me start the following paragraph in bahasa Indonesia.

Discipline. Kita pasti mengetahui bahwa dalam pendidikan kemiliteran, pelaut, penerbangan, teknik, kedokteran dan segala profesi yang memerlukan tindakan persisi, termasuk pendidikan untuk menjadi pemimpin agama  juga pendidikan di sekolah-sekolah, disiplin merupakan ketentuan utama dan keharusan mutlak untuk dilaksanakan setiap hari. Disiplin sering dikaitkan dengan kepatuhan dan ketaatan mengikuti peraturan. Panjang ceritanya kalau mau membahas tentang makna dan pelaksanaan disiplin termasuk didalamnya konteks  tidak berdisiplin. Bukan demikian maksud artikel ini. Artikel ini terutama berhubungan dengan manajemen sumber daya manusia (SDM) maka disiplin menjadikan contoh keberhasilan seorang karyawan berhasil menyelesaikan tugas kerja dengan baik tepat waktu. Dalam hal demikian self-discipline dibutuhkan. Ini berarti sadar, eling, “ngeh”, mindfulness dalam mengerjakan tugas pekerjaan, dari mulai hadir tepat waktu atau lebih baik sebelum bel berbunyi bagi pekerja di pabrik. Dalam hal ini ketika revolusi industri tahun 1950an dimulai dikenal dengan acuan time management semua kedisiplinan erat hubungannya dengan jumlah jam kerja dan disiplin dengan penggunaan waktu. Di era lebih maju di tahun 2000an  time management  dianjurkan oleh ahli “people development”,  Gede Suardhika untuk beralih agar  lebih berarti menjadi produktivitas diri (produktivitasdiri.co.id).

Procrastination. Dalam bahasa Indonesia dapat dikatakan sebagai “suka menunda”, “mengulur waktu bekerja”, juga: “ntar sik” atau “nanti dulu”. Juga sikap “menggampangkan, menganggap ringan” atau malahan karena tugas tampaknya tidak mudah, tidak menyenangkan maka disiplin dan produktivitas diri tergoda agar menunda, “berhenti sejenak?” mencari alasan untuk…beralih pada sesuatu yang dirasakan patut mendapatkan… istirahat sebentar, minum kopi, ngemil, merokok? Jika terlena demikian manusia condong ikut menjadi malas.

Laziness. Kemalasan sudah dimaklumi menjadi pengganggu terbesar bagi suksesnya hasil kerja, hasil usaha siapapun. Malas pangkal miskin. Sudah kita maklum maka tidak ada jalan lain untuk sadar dan mengetahui  bagaimana agar tidak malas? Bagaimana agar tidak menundan tugas, pekerjaan? Banyak anjuran dan tulisan serta nasehat agar tidak menjadi malas, tidak menunda. Salah satu yang sudah lama kita semua rasakan namu kita tidak sadar adalah pengaruh zat dalam kelenjar hormone kita yang dapat memicu agar otak dan tubuh kita mau terangsang untuk menjadi rajin, zat itu disebut “dopamine”. Silahkan tanya Mbah Google apa itu dopamine. Hanya satu anjuran yang sangat manjur terbukti bagi semua orang bila kita sehat walafiat, bila kita bernapas secara sempurna, bila kita makan dan minum yang bernutrisi, bila kita rutin berolah raga, tersalurlah dopamine yang merangsang agar kita tidak mau malas.

Satisfaction. Kepuasan dari hasil menyelesaikan tugas, dari hasil bekerja, apakah itu kerja fisik (kerja berat, lebih sering dikenal dengan istilah “kerja keras”) ataupun hasil mental dan kemauan berbakti (kerja “smart”) yang selanjutnya dikenal sebagai “sukses dan berhasil”.  Satisfaction ini biasanya dijadikan objek dan goal, tujuan dan sasaran keberhasil pencapaian. Dapat diartikan juga mendapatkan keuntungan material, namun ada juga, bahkan lebih bermakna, adalah kepuasan bathin, atau “intellectual satisfaction”.

Karena kita harus menyelesaikan tugas kembali apapun tugas kita hari ini, kita harus bekerja lagi, stop membaca artikel ini. Demikian pula: stop bersosial media; gunakan gawai digital seperlunya saja agar tidak menjadikan “dopamine palsu” menunda tugas, menunda menyelesaikan pekerjaan, agar tidak memberi alasan-alasan jika kurang berhasil. Semoga artikel singkat ini berguna.

LudwigSuparmo – Strategic Communication Specialist; Lead Trainer: Crisis, Issue & Risk Management; Governance Risk Compliance Management; Business English for Special Purposes.